Reloj Magico (part 18)

Cerita sebelumnya…

Di sore yang sendu, tak kala burung-burung sudah mulai pergi ke sarangnya masing-masing, terlihat dari kejauhan, tampak seorang gadis kecil berseragam sekolah putih biru sedang merenung sedih duduk di bangku taman. Dia sedang merenungi kejadian yang telah menimpanya tadi siang.


Siang itu di SMPN 1 Nusa Bangsa,

“Selamat siang semuanya”, ucap Bu Hartati sambil berjalan memasuki ruangan kelas.

“Selamat siang Bu”, jawab semua murid hampir bersamaan.

“Baiklah anak-anak, disini ibu akan memberikan surat edaran untuk orang tua kalian. Tentang perihal pembagian rapot hasil ujian kalian kemarin”. Ucap Bu Hartati.

“Bu guru, memangnya kapan rapotnya akan dibagikan?” tanya salah satu muridnya.

“Rapot akan dibagikan besok pagi pada pukul 7 pagi di sekolah.” jawab Bu Hartati menjelaskan.

“Oh iya dan satu lagi, bagi kalian yang ingin mengambil rapot, kalian wajib mengambil rapotnya bersama dengan orang tua atau wali kalian. Karena jika tidak ada perwakilan dari orang tua kalian, maka rapot kalian akan ibu tahan.” Lanjut Bu Hartati.

“Sekiranya itu saja yang ingin ibu sampaikan pada siang hari ini, apakah ada yang masih ingin ditanyakan?” tanya Bu Hartati.

“Tidak ada bu”, jawab semua murid hampir bersamaan.

“Baiklah, jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, ibu kira cukup untuk pelajaran hari ini.” Tukas Bu Hartati mengakhiri pelajaran pada siang hari itu.


Sore itu di taman, Zelina kecil sedang duduk merenung sendirian di bangku taman, sambil memikirkan cara yang tepat untuk mengambil rapot sekolahnya tanpa harus ibunya yang mengambilkannya.

Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan…???” tanya Zelina kecil didalam hati.

“Aku tidak mungkin datang ke sekolah dengan ibu. Apa yang akan dikatakan teman-temanku jika mereka tau aku mempunyai ibu yang cacat dan buruk rupa.” Ucapnya dengan sedih.

“Akhh… Memikirkannya saja membuatku stress” sambil menggerutu kesal dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri.

Tiba-tiba, dari belakang ada seorang wanita yang menghampiri Zelina kecil, yang sebenarnya dari tadi memperhatikannya dari kejauhan.

“Zelina”, ucap Ibu Fatma tetangganya Zelina.

“Hah, I…ibu Fatma”, ucapnya terbata-bata karena terkejut.

“Kenapa kamu sendirian di taman nak? Kamu belum pulang?” Tanya Bu Fatma dengan lembut.

“Akh… S..saya..” jawab Zelina dengan terbata-bata.

Gimana nich,kenapa harus ada Bu Fatma sihh, aku harus jawab apa coba” tanyanya dalam hati sambil berpikir. Tiba-tiba Zelina mempunyai satu ide yang terpikirkan oleh nya sambil menatap wajah Bu Fatma.

“Heeeh…heeeh…”, jawabnya sambil menangis.

“Kenapa kamu menangis nak? Ada apa? Coba ceritakan pada ibu, mungkin ibu bisa bantu.” ucap Bu Fatma sambil menenangkan Zelina kecil.

“Saya bingung Bu, saya bingung karena saya tidak punya wali untuk mengambil rapot saya di sekolah nanti.” Jawab Zelina kecil sambil menangis tersedu.

“Memangnya ibumu kemana nak?” tanya nya dengan wajah keibuan.

“Ibu saya sedang sakit bu, dan saya tidak mungkin kesana dengan nenek saya.” Jawab Zelina kecil menjelaskan.

“Kasihan sekali kamu nak,” ucap Bu Fatma dengan penuh rasa iba.

“Hmm… bagaimana kalau ibu saja yang akan mengambil rapot kamu ke sekolah?” tanya Bu Fatma.

“Hah, yang benar Bu?”tanya nya dengan wajah tak percaya.

“Iya benar… jika kamu memang mengizinkan ibu untuk membantu kamu, ibu bersedia membantu kok.” Ucap Bu Fatma.

“Tapi nanti aku merepotkan ibu,” dengan wajah memelas palsu.

“Tidak kok, tidak merepotkan sama sekali. Memang kapan rapot kamu akan dibagikan?” tanya Bu Fatma.

“Besok Bu jam 7.” Jelas Zelina kecil.

“Baiklah, besok ibu akan menjemput ka..”Ucap Bu Fatma dipotong oleh Zelina kecil.

“Tidak usah ibu. Saya saja yang nanti ke rumah ibu.” Jawab Zelina kecil dengan cepat.

“Ohh baiklah, kalau begitu sampai jumpa besok Zelina. ” Ucap Bu Fatma ramah.

“Sampai jumpa Bu Fatma.” Ucap Zelina kecil sambil melambaikan tangan kecilnya.


Esok nya dirumah Zelina kecil.

Mentari pagi masih terlalu dini untuk menebarkan kehangatannya ke bumi. Pagi itu terlihat Zelina kecil mengendap-endap keluar, sambil membawa kunci rumah.

“ceklek” suara pintu rumahnya yang di kunci oleh Zelina kecil.

“Nah, masalah beres, tinggal aku pergi dech,” ucap Zelina kecil di dalam hati.


Siang harinya di rumah Zelina.

“Ceklek” suara pintu rumah yang di buka oleh Zelina kecil.

“Zelina dari mana saja kamu? kenapa kamu kunci nenek sama ibu di rumah?” tanya Zeneb dengan wajah menahan marah.

“Ikh… apaan sih bu, anaknya baru pulang juga malah diomelin, bawel banget sih ibu.” Protes Zelina kecil.

“Aku itu baru dari sekolah sama Ibu Fatma, tadi aku baru ambil rapot sekolah sama dia.” Jelas Zelina kecil.

“Bu Fatma? kenapa kamu tidak mengambil rapotnya dengan ibu?” tanya Zeneb dengan tenang.

“Alah! Ibu gak ngaca, mana mungkin aku sudi mau ke sekolah sama ibu! Apa yang nanti mereka katakan, jika mereka tau aku punya ibu cacat kaya ibu?”

“Tapi…” Ucap Zeneb dengan wajah menahan tangis.

“Sudahlah bu, aku capek mau tidur, jangan ganggu.” Ucap Zelina kecil sambil berjalan ke kamarnya.

“Zelina, kamu tidak boleh berkata seperti itu kepada ibumu nak.” Ucap ibu Zeneb alias Zelina besar.

“Sudahlah nek, nenek dan ibu sama saja, gak ada gunanya.” Ucap Zelina kecil dengan nada ketus.

“Brak” terdengar suara Zeneb jatuh tersungkur sambil menangis.

“Hah…Zeneb kamu kenapa?” Tanya ibu Zeneb alias Zelina besar dengan wajah khawatir.

“Sakit bu! sakit sekali! aku bukanlah ibu yang baik bu, aku hanyalah beban untuk Zelina.” ucap Zeneb sambil memegang dadanya yang terasa sesak.

Tidak, itu tidak benar bu, aku yang salah, aku telah durhaka bu.” jawab ibu Zeneb alias Zelina besar di dalam hati sambil menangis menyesali perbuatannya dulu.

“Tidak nak, Zelina mungkin hanya sedang lelah, dia masih muda, dia masih harus banyak belajar, maafkanlah dia nak.” ucap ibu Zeneb alias Zelina besar.

“Maaf bu, Zeneb ingin sendirian dulu di kamar.” Ucap Zeneb sambil berjalan lemas menuju kamarnya.

Setelah kejadian itu, terlihat ibu Zeneb alias Zelina besar terduduk lemas di kursi.

“Maafkan aku bu, maafkan anak mu yang bodoh ini.” Ucapnya di sela tangisnya sendirian.

Cerita Selanjutnya…